Pages

Rabu, 05 Agustus 2015

Aku pernah bilang cinta itu sederhana. Bahwa cinta adalah soal sayang menyanyangi. Ketika kau menginginkannya, ketika kau ingin selalu bersamanya, ketika kau ingin terus menjaganya, maka itu adalah cinta yang ingin kau berikan. Cinta tidak perlu dibeli. Cinta pun tidak dijual. Cinta bisa kau dapatkan dimana saja, tergantung hatimu. Tidak butuh uang untuk mendapatkannya.

Cinta akan membawa kebahagian. Cinta akan membawa lelahmu pergi jauh-jauh. Cinta akan membuatmu lebih berani melawan masalahmu. Bahwa cinta selalu memberi percaya diri akan dirimu untuk bisa hidup lebih lama, untuk bisa menikmati waktu dengan orang yang kau cintai.

Tapi kini aku katakan bahwa cinta itu tidak sesederhana apa yang dibayangkan. Ketika kau telah mendapatkan cinta, maka kau harus melakukan perjalanan untuk mendapatkan kebahagian dari cinta. Kau butuh pengorbanan untuk mendaptkan cinta yang luar biasa.

Saat ini aku menyadari bahwa walau cinta tidak pernah gratis, tapi cinta butuh kepastian.

Kepastian apakah dirimu memang selalu dicintai. Apakah dirimu memang yang selalu diingini. Kau tidak akan pernah tau bila orang yang kau cintai tidak pernah melakukan apapun terhadap dirimu. Kau sibuk memberikan kesungguhan akan dirimu, sibuk memberikan hatimu padanya.


Jumat, 31 Juli 2015

Surat ?

Apapun ini namanya, tetap saja ini selalu untukmu...

Tidak banyak yang bisa dilakukan dalam keadaan seperti ini. Tidak ada yang bisa disalahkan, tidak juga aku apalagi dirimu.
Aku tidak ingin membawa-bawa waktu, hanya saja ini sudah tahun kelimaku. Dan belum ada yang berubah. Kau tau sendiri apa yang kumaksud.
Kekuatanku akan tentangmu bukan semata keinginanku. Secara logika aku tidak punya jaminan apapun untuk tetap mempertahankanmu. Tapi sayang, perempuan lebih sering menggunakan perasaannya dibandingkan logikanya. Maka aku pun tidak bisa menolak hatiku atas keberadaan dirimu.
Belum ada yang berkurang sampai saat ini, semuanya masih utuh. Hanya saja mungkin hanyalah keraguan yang semakin banyak terselip disetiap harapanku.
Kuakui bahwa dirimu adalah yang pertama. Apakah itu jaminan bahwa kau yang terakhir juga ?
Bila boleh, aku ingin bila bahwa hampir setengah dari waktu di tiap hariku. Kadang aku merasa menjadi manusia yang paling bodoh karena dirimu ?
Apa ada imbalan atas semua yang kuberikan padamu ? Tapi setengah dariku tetap bersikeras selalu memberikannya padamu.
Aku bukan orang yang seperti itu, lihat saja aku masih seperti yang dulu, ketika kau masih memilihku.


Karena ada yang bilang padaku, bahwa tidak ada yang gratis didunia ini, tapi cinta itu gratis.

Senin, 09 Maret 2015

Manusia-manusia Teramat Sayang

Halooooo 

Mungkin sebagian orang mengatakan bahwa menulis di blog sudah sedikit ketinggalan. Namun bagi penulis, mungkin melalui blog ini lah semua suara yang tak terdengar bisa diungkapnya, walau siapalah yang hendak membacanya. 

Penulis sudah mulai masuk tahun terakhir dibangku kuliahnya. Pasti banyak kejadian-kejadian dan manusia-manusia lain  yang telah ditemuinya, dan mungkin juga menjadi sesuatu yang tak mudah dilupakan oleh penulis itu sendiri. 

Tulisan kali ini bukan ingin menceritakan manusia lain, hanya saja Penulis kesulitan untuk mengungkapkan apa yang selama ini yang sedang dirasakannya, antara tidak ingin memberi tahu atau memang tak ingin ada yang tahu. Manusia-manusia ini adalah sebagain kecil dari sesuatu yang tidak pernah terlupakan oleh penulis. Bahwa mereka menjadi sesuatu yang sangat berarti buat Penulis. 

Aku mengenal David, Diansyah, dan Kara ditengah kepengurusanku di suatu organisasi di kampus. Mereka direkrut menjadi anggota muda di divisiku. Mereka memang adik kelasku. namun bukan berarti aku lebih superior dibandingkan mereka. 

Selama perjalanan waktuku bersama aku, rasanya aku bukan hanya menganggap mereka sekedar adik kelasku. Mereka sudah seperti adik kandungku sendiri. Maklum saja, aku merupakan manusia yang paling egois terhadap orang yang aku sayang. 

David dan Diansyah adalah teman akrab sejak lama. Tidak lama kemudian, ada hal yang meretakkan mereka. Hingga akhirnya mereka harus pecah. Hatiku berantakan melihat kondisi mereka. Hampir 3 bulan mereka membisu, hampir 3 bulan lebih mereka harus jalan sendiri-sendiri, harus kucing-kucingan untuk saling menghindar. Aku dan Kara kebingungan menghadapi ini. Disatu sisi aku ingin menemani David, namun di sisi lain aku ingin menguatkan Diansyah. Maka hancur juga semangatku, setiap melihat mereka jalan masing-masing. Namun tidak ada tebing yang tak bisa didaki, tak ada batu yang tak bisa hancur. Selalu ada titik terang dalam gelap. Dan semoga ini menjadi yang pertama dan yang terakhir kalinya. 

Bahwa tidak butuh alasan untuk bisa sayang. Bahwa aku tidak punya alasan yang spesifik kenapa aku harus sayang pada mereka. Aku hanya sayang mereka dengan segala bentuk mereka, segala macam bentuk kekurangan dan kelebihan mereka. Tidak juga butuh syarat apapun untuk rasa sayang. Dan tidak butuh balasan juga untuk sayang yang telah diberikan. 

Bahwa mereka sudah menjadi salah satu dari manusia yang sangat berarti buatku, terserah mereka harus membalasnya atau tidak. Bahwa memikirkan mereka adalah sebuah kenikmatan dalam setiap hariku, bahwa mengkhawatirkan mereka adalah kebahagian buat hidupku, bahwa bisa membantu mereka adalah sebuah anugerah yang selalu ingin bisa kulakukan. 

Bahwa egoisku yang paling besar adalah mereka. Bahwa sejujurnya, aku malu untuk mengatakan bahwa aku tidak ingin terlalu jauh dari mereka. Bahwa aku akan menangis bila mereka terluka. 

Maka cemburuku amatlah besar pada mereka. Bila mereka dekat dengan temanku yang lain, bila temanku punya urusan dengan mereka diluar dariku. 

Tanpa kusadari bahwa mereka juga punya dunia mereka sendiri, punya teman-teman seangkatan mereka. Maka akan kubawa kemana rasa cemburu dan egoisku ? Bahwa aku harus rela bila memang mereka punya jalan mereka sendiri. Bahwa mereka punya dunia mereka sendiri, yang mungkin tidak bisa aku masuki. 

Maka cukuplah rasa sayangku hanya sampai di hatiku saja, tanpa perlu mereka tahu. Bahwa cukuplah rasa cemburu cukup sampai pada rasa sesak yang kualami setiap melihat mereka dengan yang lain. Cukuplah dengan doa saja yang kusampaikan pada mereka disetiap hariku, bahwa mereka harus tetap saling bersama, harus selalu bahagia.

Maka aku akan kembali pada jalanku sendiri, walau aku tidak terlalu suka untuk sendiri. Tapi bila memang tidak ada yang bisa menemaniku, aku bisa apa ? 

Namun keberadaan mereka bertiga, tidak akan pernah terlupakan. Bisa bersama mereka selalu sudah menjadi harapan yang selalu kuharap bisa menjadi kenyataan. .

Kakak sayang kalian selalu, selaluu ..

Senin, 25 Agustus 2014

Surat Tak Tersampaikan

Assalammualaikum.

Ini bukan surat yang pertama yang pernah kubuat, bukan juga surat terakhir yang ingin kubuat. Tapi mungkin ini surat yang sangat ingin selalu aku berikan untukmu. Walau hanya berujung pada buku harianku atau dalam blog ini. 
Sebenarnya aku tidak punya cukup alasan yang kuat, karena setengah dari aku menginginkan engkau membaca surat ini, tapi sebagian lagi dari ku sangat takut bila surat ini menjadi beban tersendiri untukmu. Atau mungkin saja, keberadaan surat ini adalah hal yang sangat tidak penting bagimu, sejujurnya itu yang paling kutakutkan.
Aku punya banyak pertanyaan yang ingin aku tanyakan padamu. Apa yang terjadi dengan kita sekarang ? Engkau seperti membuat jarak dariku. Aku tidak pernah tahu alasan engkau melakukan ini padaku. Bila engkau membaca ini, aku mohon berikan jawaban segera untukku.
Masih ingat kejadian tahun lalu ? Kita masih sempat jalan-jalan sama teman-teman yang lain, malamnya kita lanjut ke bioskop. Akh, kenangan masa lalu yang sungguh sulit dilupakan, bagiku ya. Itu hal yang kurindukan tahun ini. Dulu engkau masih bisa memperlakukanku seperti teman-teman kita yanglain. Ada apa ? Kenapa berubah ? Apa aku punya salah tersendiri ? Bila engkau membaca ini tolong bantu untuk mejawab ya.
Aku sadari bahwa kita punya cerita masa lalu tersendiri. Jangan bilang itu menjadi alasanmu untuk melakukan hal ini padaku. Maafkan aku, bila memang karena itu mungkin aku sedikit meyesal atas kejadian kita dimasa lalu. 
Maaf, bila aku terus melibatkanmu bila menyangkut soal hatiku. Yang sebenarnya bukan lagi menjadi tanggung jawabmu. Puti merasa staknasi dibatas ini. Seperti pepatah bilang, "lebih baik punya cerita yang akhirnya sedih dibandingkan punya satu cerita yang tidak tahu akhirnya yang mana".
Sampai saat ini aku sendiri tidak mengerti apa mau diri ini. Apa aku terlalu egois ? Untuk terus mecoba menahanmu tetap disini, sedangkan sayapmu terlalu lebar untuk tidak direntangkan. Lagi pula, maaf, kamu seperti belum pernah memberikan akhir untukku. Maksudku, menyuruhku untuk berhenti, yaa  kamu belum pernah meyuruhku untuk berhenti. Kamu masih ingat saat perpisahan sekolah kita dulu, saat kamu tidak pernah mau foto denganku ? Lalu kamu bilang, tenang saja , karena kamu bilang bahwa kita masih punya waktu yang panjang. Apa maksud "kita" disini ?
Sejujurnya, kamu memang masih istimewa buatku. Masih dalam ilusi sadar dan bawah sadarku. Masih ada kamu disetiap hariku, tapi hanya terhenti dalam bayang-bayangmu saja. Rasa ini terasa seperi membunuhku.
Puti pengen mengakhirinya baik-baik. Agar puti juga bisa pergi dengan baik-baik, dan doa yang puti berikan untukmu juga akan terasa lebih tulus lagi. Setidaknya ini berakhir, itu saja, walaupun Sad Ending. Tapi aku bakalan tahu mau melanjutkan hidup kemana, dan mau meletakan hati ini kemana.
Hanya saja aku takut untuk harus jujur  bahwa hati ini masih saja memilih kamu. Tapi kenyataan yang ada bahwa aku sudah menjadi bagian masa lalumu. Rasa takut akan sebuah "sejarah", konotasi untuk sesuatu dimasa lalu, yang hanya bisa dikenang.
Awal pertama cerita kita, hingga jatuh bangun perjalanan kita adalah hal yang paling menyakitkan untuk menjadikannya sejarah, yang hanya bisa direkam, lalu hanya dimainkan ulang dikepala, yang akhir ceritanya hanyalah sebuah tangisan kangen.
Maka seperti kata Dee, aku juga benci untuk menjadi Sie. Dokumentasi untuk perjalanan kita. Yang artinya, hanya aku yang tersiksa, membiarkan potongan-potongan waktu kita terekam jelas tanpa cela. Sedang dirimu? sibuk membuat perjalanan baru.
Maka bantu aku untuk bisa memainkan peranku, dan jangan pernah menjauh lagi. Biarkan aku memainkan peran sebagai "mantan" yang bisa menjadi teman yang baik saja, bukan "teman baik". Anggap saja untuk membayar jerih payah aku untuk sandiwara tawaku. Bisa engkau akui bahwa aku sangat lihai untuk tetap terlihat bahagia dengan merelakan apa yang disayang harus pergi dan tidak bisa dimiliki.
Biarkan aku menikmati tawamu lagi. Tolong, berpura-puralah bodoh ketika aku tidak bisa memaikan peranku seperti biasanya, mungkin saja aku lelah. Tetapi percayalah, bahwa aku akan memainkannya lebih baik lagi, jadi jangan pernah pergi menjauh. Anggap saja aku seperti teman-temanmu yang lain.
Surat ini tidak akan pernah engkau terima secara langsung, dan tidak akan pernah aku berikan secara langsung untukmu. Tapi, andai saja engkau membaca ini, kalau boleh kamu bantu aku untuk mengakhiri ini saja, mungkin awal-awalnya aku akan bersndiwara tapi bila engkau terus membantu aku maka semoga aku bisa benar-benar merelakanmmu, bukan melupakanmu.
Kamu adalah orang yang tidak pernah bisa aku mengerti. Surat ini tidak akan tersampaikan, mungkin aku hanya ingin berdialog dengan hatiku sendiri, bernegosiasi dengan jiwaku, tentang kamu yaa masih tentang kamu...



Jumat, 11 Juli 2014

Patologi Sakit Hati



“Sakitnya itu disini.”, sambil memegang dada sebelah kirinya. Begitulah ungkapan orang sekarang kalau sedang merasa disakiti. Dan mungkin ini sedang berlaku untukku.
            Manusia terkadang harus menjadi kambing hitam untuk sebuah kepedihan. Mengatasnamakan perilaku yang jelek, membuat manusia terkadang harus bersalah atas dirinya. Padahal mungkin saja, kesakitan itu akibat ulahnya sendiri. Dirinya saja yang kurang pandai memanajemen diri. Hingga akhirnya hatinya sendiri yang terluka.
            Ungkapan bahwa “Tuhan saja  Maha Pemaaf”seakaan terus menyiksaku. Bahwa aku sudah berusaha untuk melebarkan ruang tingkap pengertian untuk manusia itu seakan seperti tidak cukup untuk melawan ingin hati ini.. Namun, sungguh rasa sakit itu masih tetap terasa. Sedangkan ketakutanku adalah  bagaimana jika semuanya berakhir dengan sebuah kebencian.
            Satu hal yang pasti bahwa aku sampai saat ini masih berstatus manusia biasa, yang punya banyak keterbatasan. Suatu acara di televisi berkata seperti ini, “apa kesabaran itu tidak ada batasnya ? Ya, hanya saja manusia yang punya batas kemampuan untuk bersabar”. Sangat mengena bagi diriku. Namun aku bertanya, apakah aku sudah berusaha untuk bersabar terhadap manusia satu ini ? Apa kesabaranku sudah sampai pada batas kemampuan sabarku ? Atau akunya saja yang tidak mampu memaafkan orang lain ? Atau sebenarnya ini semua adalah murni keselahanku yang secara tidak langsung aku mengkambinghitamkan manusia lain?
            Hati gelisah tiap saat mengingat dia. Seakan aku ingin menjauh darinya, benar-benar menjauh untuk waktu yang lama. Aku sadar mungkin aku sedang kalut. Proses perubahan dari yang dulunya menyayangi dan menghargainya hingga sekarang hampir masuk kedalam pintu gerbang kebencian. Aku akan sangat membenci diriku bila kusadari bahwa aku membenci spesies yang masih sama sepertiku, manusia.
            Akhirnya yang ada hanyalah mulut yang membisu. Tidak adalagi sapa senyum yang tulus seperti yang dulu sering kuberikan untuknya. Tidak adalagi canda tawa yang dulu sering dilakukan bersama-sama. Maka tinggalah jiwaku yang bersedih, badanku yang menangis dan hatiku yang tersakiti. Hal yang baru kusadari bahwa membencinya adalah sebuah kesakitan tersendiri untukku. Namun berusaha untuk lebih melapangkan hati untuknya juga semakin membuat hatiku pedih.
            Maka aku hanya ingin sendiri dulu, melihat wajahnya saja sudah membuat aku teriris konom lagi harus berbicara. Mungkin posisiku disini sedikit tidak menguntungkanku. Dimana dia sebagai atasanku, yang seharusnya aku mampu membantu dia kapanpun dia butuhkan. Namun melihat kondisiku seperti ini. Oh Tuhan, ini benar-benar saat yang sulit untukku.
            Berawal dari teman biasa, akhirnya menjadi teman satu kelompok diskusi, jumlah kami banyak. Tapi aku berada dalam satu tugas dengan dirinya. Sehingga kami mungkin sedikit lebih sering bersama. Awal mungkin semua masih memahami sifatnya, dan aku sebagai patner kerjanya berusaha memandang positif dirinya.
            Secara sadar sebagian dari kami sudah mulai risih dengan sifatnya. Yaa, setiap orang punya pandangan masing-masing terhadap orang lain. Maka aku mencoba membujuk hati mereka untuk tetap menerimanya. Tapi, tidak akan ada api kalau tidak ada asapnya. Maka perpecahan mulai terlihat. Pemberontakkan atas sifat-sifatnya mulai terang-terangan dibantah.
    

            Keadaan ini membuatku sulit. Situasi ini seperti memaksa aku untuk memlih, antara dia sebagai atasanku dan temanku, atau mereka yang konotasinya juga merupakan teman bagiku. Sifatnya yang selalu membuat diriku tidak bias apa-apa, semakin lama membuatku menyerah juga.
            Hal ini terus berlangsung. Keadaan semakin parah. Hingga akhirnya aku jatuh dalam batas kemampuan pengertianku. Antara lelah terus mencoba mengerti atau memang sudah tidak ingin lagi mngerti dia. Dia selalu terasa harus selalu sempurna, tanpa mengerti batas kemampuanku, atau pekerjaanku yang selalu dianggap tidak ada membuatku benar-benar ingin berhenti.
            Maka, hal apa yang harus kulakukan untuknya ? Mungkin rasa kecewa telah menghapus segalanya, pengertianku, usahaku untuknya.
           


         

Kamis, 03 Juli 2014

Gen Sepuluh

Tertambahlah jumlah keluarga sekarang.
Inilah kami, para Pejuang Kalam, mencoba menarikan Tarian Kalam untuk bisa memperbaiki dunia.

Mungkin yang tertulis hanyalah kurun waktu setahun yang akan datang. Tapi hati ini telah terpaut, mencoba merangkaikan sebuah lingkaran yang tidak akan pernah ada akhirnya. 

Mempersatukan semua prinsip, mempersatukan semua pikiran. Sehingga semua perbedaan sudah menjadi alasan untuk tetap bersama. Berbagai karakter, hidup bersama, maka yang ada hanyalah sebuah saling harga-menghargai. Maka semua akan saling hormat-menghormati.

Penerbangan 2,5 Jam

Sekitar bulan Februari yang lalu.
Dewata memberi tempat untuk berpijak. Dewata menginzinkan untuk menikmati keindahannya. Walau judulnya berkompetisi, tapi isinya liburan. Walau belum menang, yang penting pengalaman juga pemandangan. 

Pantai selalu memberikan nuansa tersendiri. Tidak pernah punya alasan untuk membenci ruih ombak. Bersahut-sahutan, tak pernah berhenti menyapa. Sesering apapun kita menggores luka pada pasirnya, selalu ada buih yang menghapusnya. Seakaan seperti takdir alam, bahwa setiap masalah pasti akan berakhir, akan terhapus, akan selesai.

Semakin banyak langkah kaki berjalan, semakin banyak mata melihat, semakin sering mulut bersyukur. Bahwa sungguh luar biasa Kuasa Mu, Allah SWT. Semakin terasa nikmat yang Engkau berikan, semakin cinta ini mendalam


Taman Garuda Wisnu Kencana
Tidak ada kata lain selain, Memuji-Mu, Subhanallah. Berawal dari bukit, diukir jadi cantik. sebuah perlambangan garuda, bahwa dialah kendaraan Wisnu dulu. Karena Dewata masih terkenal dengan sejarahnya.

Maka, terima kasih Dewata, atas pelajaran-pelajaran baru yang telah disiapkan pada setiap langkah kaki berpijak ditanahmu.

Mencintai Indonesia cantik, karena Mencintai Allah.

 

(c)2009 note pad. Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger